Kamis, 19 Januari 2012

SIRKUS PENULIS

Oleh Donatus A. Nugroho di Diskusi Fiksi.Menulis Fiksi.Membaca Fiksi (Universal Nikko+mayokO aikO) ·


Ø SIRKUS PENULIS #1
RETORIKA


Retorika dalam menulis, adalah teknik untuk menyulut emosi pembaca, agar pembaca terlibat secara emosional seperti yang diinginkan oleh pengarang. Retorika menendang hampir semua batas-batas yang menghambat improvisasi. Pengarang (penulis) boleh melakukan akrobat , baik dalam kata-kata (majas, diksi), logika (logika cerita) atau pun alur (plot), demi menarik pembaca ke kisah yang sedang disajikannya.

Ø SIRKUS PENULIS #2
ANTI HUMANITAT ?

Menjadi semacam beban ketika penulis (pengarang) merasa dituntut untuk melahirkan karya yang baik yang harus menumbuhkan jiwa humanitat, yaitu jiwa yang santun, manusiawi dan berbudaya tinggi. Penulis justru harus mengabaikan beban itu. Sekali lagi saya katakan: "Jangan berpikir bahwa tulisan kita akan mampu mengubah dunia!"

Sebagai pemain sirkus (bukan penonton) biasakanlah menulis dengan santai tanpa beban. Perhatikan bahwa pada kenyataannya sebuah karya justru menohok (memikat) ketika penulis menuliskan sesuatu yang mengungkapkan situasi yang secara moral tidak (tidak boleh) terjadi.

Mainkan gayamu, tunjukkan banyak atraksi yang tak terduga!



Ø SIRKUS PENULIS #3
PANDAI MELOMPAT KE DIMENSI LAIN

Penulis (pengarang) harus punya kemampuan lebih dari orang biasa. Dalam mengembangkan kreatifitas, penulis harus bisa menemukan aspek-aspek yang berbeda dari obyek yang sama yang dilihat orang lain.

Bagi penulis, obyek yang paling biasa pun bisa membuatnya melompat ke dimensi-dimensi lain yang tidak terbayangkan oleh orang lain.

Bagi penulis, 1+1 tidak harus 2.

Keterampilan 'melompat' bisa dilatih dan dibiasakan melalui keseriusan dan keteraturan



Ø SIRKUS PENULIS #4
TERLALU ASYIK DENGAN DETIL
Seringkali penulis fiksi terjebak pada detil-detil yang tidak hakiki. Akibatnya selain boros waktu, pikiran dan jumlah karakter adalah ... karya kita menjadi mirip sebuah dokumen.

Banyak persoalan, tidak semua harus dituntaskan. Banyak data dan fakta, tidak semua harus dipaparkan.

Cari yang hakiki, sajikan!



Ø SIRKUS PENULIS #5
TIDAK MEMBODOHKAN PEMBACA

Dalam menjalankan akrobatnya, penulis (pengarang) menempatkan pembaca pada posisi terhormat. Tidak menganggapnya bodoh dan tidak tahu apa-apa sehingga perlu digurui dan dinasehati.

Deskripsi dan narasi tidak naif, melainkan memancing penafsiran. Pada ending penulis boleh memberikan kesimpulan, tapi boleh juga tidak.

Secara naluri, pembaca tidak suka didorong, apalagi dijerumuskan, meskipun itu ke sebuah tempat yang amat menyenangkan. Tugas penulis hanya menghimbau dan atau menunjukkan pilihan.



Ø SIRKUS PENULIS #6
PARADE KARAKTER

Salah satu aspek kenapa sebuah kisah rekaan bisa memikat dan mengikat hati pembacanya adalah karena kepiawaian penulis dalam menempelkan karakter yang kuat kepada tokoh-tokoh fiktifnya.

Kiat pintar adalah menonjolkan sebanyak mungkin karakter di luar karakter tokoh utama. Karakter yang unik dan sangat personal (jahat atau baik) akan dikenang oleh pembaca. Tidak jarang bahkan menimbulkan empati, terlebih jika kebetulan ada salah satu karakter yang mirip dengan dirinya.

Jadi, jangan pelit menggeber karakter khas sebanyak mungkin di dalam tulisan, baik fisik maupun psikis, dan biarkan karya kita menjadi hidup di hati pembaca.



Ø SIRKUS PENULIS #7
BAKU VS GAUL

Karya fiksi dewasa ini semakin beragam dan semakin bebas pula. Beberapa penulis berjumpalitan, memilih jalur bebas dan bermain gila dalam berbahasa. Trend dan kekinian menjadi acuan. Tentu tidak salah. Tapi seberapa lama karya dengan bahasa dan tulisan hancur akan dikenang?

Bahasa Gaul atau Slang adalah ragam bahasa tidak resmi, dan tidak baku yang sifatnya musiman. Sesuai sifat dasarnya, maka karya-karya yang terlalu banyak menggunakan bahasa slang pun tidak akan bertahan lama. Ia akan cepat menjadi usang, basi dan aneh ketika tertimpa oleh trend yang lebih gres.

Kenapa karya-karya klasik masih dibaca, dinikmati dan dipahami oleh generasi-generasi setelahnya? Karena bahasa baku tidak akan lekang oleh jaman.

Mau karya kita seumur jagung atau abadi?


Ø SIRKUS PENULIS #8
MEMPERLUAS SURROUNDINGS

Bagi penulis, The Surroundings (lingkungan) tidak terbatas pada keadaan fisik yang ada di sekitarnya. Pengalaman batin, termasuk pengalaman masa lampau, adalah modal yang menjadikan penulis menjadi 'kaya'.

Penulis memperkaya pengalaman dirinya dengan pengamatan dan penilaian (sendiri atau orang lain). Membaca, menonton dan berdiskusi (atau sekedar mengobrol) hendaknya menjadi pilihan pertama ketika kita memiliki waktu luang. Membuat catatan amat penting, mengingat keterbatasan daya ingat manusia.

Jadi, meski penulis tidak bergerak dari ruang kerjanya, ia bisa berjumpalitan kesana-kemari, dengan banyak cara untuk memperluas lingkungannya. Melompat ke banyak dimensi, sesuai dengan kebutuhan tulisannya.

Dan itu semua dilakukannya dengan sengaja!



Ø SIRKUS PENULIS #9
KARYA PERSONAL (YANG JUJUR)

Karya sastra (utamanya fiksi) adalah karya yang personal. Dari 1 ide dan gagasan yang sama, akan lahir 100 kisah yang berbeda jika ditulis oleh 100 penulis. Perbedaan sudut pandang, citarasa dan intelektualitas menjadi faktor penting yang membedakannya. Kemiripan mungkin ada, tapi tidak akan pernah benar-benar sama!

(Sengaja) Mengambil tema dan gagasan orang lain adalah halal hukumnya. Dengan menjauhkan niat memplagiat, penulis hanya mengambil tema besar, saripati dari karya orang lain dan kemudian menulisnya dengan kacamata pribadinya.

"Penulis yang peka seringkali tak pernah menyelesaikan bacaannya, karena ia terburu-buru menuliskan ide yang ditangkapnya dari bacaan yang tengah ditekuninya." (DAN)



Ø SIRKUS PENULIS #10
(SENGAJA) BER-OPINI

Kreatifitas (menulis) itu bersifat pribadi dan subyektif. Proses kreatif dan hasilnya pun sangat personal. Jadi tidak perlu cemas jika karya kita berbeda dengan yang lain. Malah seringkali pandangan penulis berbeda dengan apa yang diyakini orang pada umumnya.

Disinilah kelebihan penulis yang bisa dengan sengaja melahirkan OPINI. Lalu setelahnya juga siap untuk mempertanggungjawabkan apa yang ditulisnya.

Benar secara format (tulisan), lalu siap berargumentasi. Karena seringkali tulisan tidak berhenti begitu saja setelah selesai ditulis/dibaca.


Ø SIRKUS PENULIS #11
TEMA POKOK

"TULISAN SAYA GITU-GITU TERUS ..."

Itu keluhan yang sering kita dengar dari (pada umumnya) penulis pemula. Tak perlu resah!

Setiap penulis sadar atau tidak sadar memiliki tema pokok yang sangat mewarnai setiap tulisannya. Tema yang selalu diulang-ulang, dan kadang terasa monoton. Hal ini wajar-wajar saja. Obsesi dan kecenderungan inilah yang kemudian justru menjadi ciri khas seorang penulis. Maka kemudian muncullah Penulis A yang selalu mengusung tema humaniora, Penulis B yang selalu menyodorkan komedi rumah tangga dan sebagainya.

Sekali lagi tak perlu cemas ketika menyadari tulisan kita nyaris sama dan begitu-begitu saja. Barangkali justru inilah yang kemudian membuat kita memiliki ciri khas dan mudah dikenali.

Menulislah .... mengalir ....

Follow your sun!


Ø SIRKUS PENULIS #12
WISHFUL THINKING

'Tugas' penulis, salah satunya, adalah membangun impian indah para pembaca tulisannya. Karya-karya yang memproyeksikan harapan indahnya, keadaan yang tidak tercapai dalam kehidupan nyatanya.

Karenanya muncullah tulisan berupa simbol-simbol kehebatan, kemewahan, pencapaian yang seringkali berlebihan. Sebagai hiburan tentulah menyenangkan dan tidak ada salahnya. Tapi kelemahan karya yang terlalu menonjolkan mimpi adalah, lagi-lagi, berumur pendek. Ketika impian berakhir seiring selesainya sebuah bacaan, maka pembaca kembali menemukan realita kesehariannya. Dia akan mencari lagi karya yang menyadarkannya bahwa hidup tak seindah impian, dan karya yang ingin dibacanya adalah karya yang tak sekedar memberikan hiburan, tapi sekaligus pencerahan dan syukur-syukur sebuah solusi.

Menjadi tantangan penulis yang keren untuk bisa memadukan banyak aspek. Hiburan sekaligus pencerahan. Dua hal ini menjadi pijakan awal penulis ketika memulai berproses kreatif, tapi jangan kemudian menjadikannya beban untuk 'berdakwah'.

Mainkan akrobatmu!


Ø SIRKUS PENULIS #13
SOAL SELERA PASAR

Karya sastra sebagai komoditas tentulah bertujuan agar selekasnya 'terjual'. Mengikuti trend (selera pasar) adalah salah satu cara agar karya kita lekas dipublikasikan/diterbitkan dan dinikmati pembaca. Tapi banyak juga penulis yang setia dengan idealisme dan kekeuh dengan aksi tulisnya sendiri.

Sebagai penulis kita boleh memilih:
Under The Wave, yaitu setia dengan gaya sendiri.
Riding The Wave, yaitu berselancar dan mengarus pada gelombang kecenderungan yang tengah terjadi dewasa ini.
Creating The Wave, yaitu menciptakan trend, inovasi dan terobosan-terobosan baru.

Ketiganya boleh dan halal kita mainkan, dan masing-masing membawa konsekuensinya sendiri-sendiri.


Ø SIRKUS PENULIS #14
MENENTUKAN SEGMENTASI

Seperti halnya seorang pemain sirkus, seorang penulis selain ahli melakukan berbagai trik dan akrobat, juga harus memperhatikan siapa penonton aksinya.

Ada tipe penulis yang tak acuh, menulis begitu saja tanpa mempedulikan siapa dan seperti apa sasaran baca tulisannya (undifferentiated targetting). Ada penulis yang dengan jeli menentukan segmentasi (concentrated targetting) dan ada pula yang sengaja menulis dengan multi sasaran (multisegment targetting), satu tulisan mengarah pada beberapa kalangan sekaligus.

Ketika karya sengaja dibuat untuk dilempar ke pasar, menentukan sasaran baca yang tepat akan sangat menolong sebuah karya lekas laku, dalam artian terbit dan dibeli (dibaca).

Seorang penulis yang kemudian hebat tak perlu cemas, karena ketika sebuah karya bagus dan menarik, ia bisa 'memaksa' pembaca di luar segmentasinya menjadi tertarik untuk menekuni karya tersebut.

Ø SIRKUS PENULIS #15
MEMBACA LEBIH DARI SEKALI

Sebuah karya tidak ditujukan untuk orang lain saja, tetapi juga untuk diri sendiri.

Seringkali penulis tergesa untuk mengirimkan karya ke media/penerbit tanpa mau meluangkan waktu dengan sungguh-sungguh untuk membaca dan menelitinya kembali. Mengendapkan tulisan (inkubasi) untuk beberapa saat (jangan juga terlalu lama) penting untuk mematangkan tulisan dan meminimalisir kesalahan. Jika perlu, manfaatkan orang dekat yang kompeten untuk menjadi proof reader atau first reader. Perubahan besar atau kecil biasanya akan terjadi.

Tak perlu menghakimi tulisan sendiri terlalu keji, pede aja lagi, anggap orang lain tak lebih pintar dari kita. Jika kepuasan sudah mencapai 50% saja, itu saatnya mengetahui nasib tulisan kita dengan mengirimkannya.


Baca lagi - (cukup) agak puas - kirim.


*sebuah karya baru memiliki efek sihir setelah diterbitkan*







Ø SIRKUS PENULIS #17


KHAYALAN YANG AUTENTIK






Meski bermain di ranah fiktif, seorang pengarang/penulis sah-sah saja mengangkat realita dalam kehidupan, budaya, situasi dan kondisi, harapan dan kenyataan secara autentik. Unsur-unsur yang riil dalam fiksi selain bisa memperkuat bobot dan mempertajam sayatan dalam mengupas persoalan hidup masyarakat, juga membuat karya menjadi apik karena terasa nyata.






Beberapa (banyak) karya fiksi sengaja dengan tegas mengedepankan realita yang kemudian bisa dijadikan tolok ukur kebudayaan dan kemudian dikaji secara keilmuan. Novel Musashi (Eiji Yoshikawa) danRonggeng Dukuh Paruk (Ahmad Tohari) adalah sedikit dari banyak contoh novel yang meskipun fiktif dianggap sebagai sebuah 'kebenaran' nilai-nilai tertentu.






Di era sekarang, penulis (bahkan yang paling pemula sekali pun) tak perlu risau karena merasa bodoh dan hanya sedikit tahu, karena proses memperkaya pengetahuan dan wawasan bisa dicapai dengan banyak kemudahan fasilitas dan teknologi.






Meski tidak harus, penulis boleh (bahkan dianjurkan) untuk mengangkat realitas sebagai pencerminan identitas ke dalam karya-karyanya. Dan untuk itu memang butuh proses yang panjang, tapi tak perlu dicemaskan.


Alirkan tulisanmu!


Ø SIRKUS PENULIS #19


MEMAINKAN LOGIKA






Penulis adalah pemain yang ahli dalam memainkan dan mempertontonkan logika, sehingga karyanya tidak perlu dipertanyakan dan diperdebatakan kebenarannya. Berikut ini adalah logika-logika yang wajib kita perhatikan:






Logika Kewajaran Cerita


Contoh keliru : Diceritakan tentang seorang cewek yang berkenalan dengan seorang cowok dan jatuh cinta pada pandangan pertama. Mereka berpacaran selama seminggu, lalu si cewek bunuh diri setelah mendengar kabar kekasihnya mati dalam kecelakaan lalu-lintas.






Logika Karakter


Contoh keliru: Rika yang penyabar dan berbudi baik tiba-tiba diceritakan tengah memukuli teman sebangkunya yang kedapatan menyontek jawabannya.






Logika Konsistensi


Contoh keliru : Pada bagian awal kisah diceritakan tentang Suhe yang tidak suka makanan berkuah, lalu di bagian lain diceritakan tentang Suhe yang sedang makan soto dan bakso.






Logika Setting (waktu dan tempat)


Contoh keliru: Penulis menggambarkan suasana ketika Aida sedang berjalan dan menikmati salju di Tokyo pada bulan Agustus.






Logika Pengetahuan Umum


Contoh keliru : Induk ayam itu harus mengerami telurnya selama tiga puluh satu hari agar menetas.






Logika Psikologis


Contoh keliru: Febrian yang hiperaktif terlihat tidur sangat nyaman di atas sofa, sementara enam sahabat karibnya asyik bermain tali dan perang-perangan di dalam rumah.






Logika Sebab Akibat


Contoh keliru: Adi yang sulit membaca diceritakan meraih predikat juara kelas pada saat kenaikan kelas.






***






Ketika penulis dengan sengaja bersirkus mematahkan logika-logika di atas, dia harus bersiap memberikan kisah yang bermuatan hubungan sebab-akibat yang membuat ketidaklogisan menjadi logis.


Misalnya: Evan yang hiperaktif terlihat tidur sangat nyaman di atas sofa, sementara enam sahabat karibnya asyik bermain tali dan perang-perangan di dalam rumah.


Itu menjadi logis, karena pada bagian lain diceritakan bahwa Evan sakit flu dan minum obat sehingga ia tertidur pulas.






Penjelasan yang memadai dan tepat akan membuat cerita tidak menjadi janggal dan tidak keliru.






Lalu bagaimana dengan kisah fantasi dan cerita-cerita yang tidak masuk akal itu? Kita akan membahasnya dalam LOGIKA FIKSI pada Sirkus Penulis edisi berikutnya.